KALIWIRU - Sebuah taman seharusnya dipenuhi tumbuhan hijau dan pepohonan yang rindang, agar wajah kota tampak asri dan teduh. Namun taman yang berada di pertigaan Kaliwiru Kecamatan Candisari ternyata tidak begitu.
Taman yang
merupakan petigaan antara Jalan Dr. Wahidin, Jalan Sultan Agung, dan Jalan
Teuku Umar itu bukannya ditumbuhi rindangnya pepohonan, namun ditumbuhi puluhan
reklame. Hal ini menjadi pemandangan kurang sedap, terlebih tata letak reklame
tidak tertata dengan rapih.
Berdasarkan pantauan lapangan, di taman yang berada di belakang Pos Lantas Kaliwiru
tersebut, sudah penuh sesak dengan puluhan
reklame, baik yang berukuran besar maupun kecil. Setidaknya ada empat papan
reklame yang berukuran cukup besar. Sementara
reklame kecil dan spanduk lebih dari lima buah. Belum lagi ditambah
beberapa reklame berukuruan besar yang berada di luar taman.
Karena
posisi taman yang berada di pertigaan yang menjadi ujung dari Jalan Sultan
Agung, praktis pengguna jalan dari arah Jalan Sultan Agung, bukan taman yang
dilihat, melainkan puluhan reklame.
Padahal
taman tersebut hanya memiliki lebar kurang lebih
10 meter dengan panjang kurang dari 5 meter. Jelas dengan lokasi yang
sempit dan banyaknya reklame, tanaman dan pohon-pohon yang ada di taman
tersebut tidak nampak, karena didominasi reklame.
Anggota
Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota (DP2K) Kota Semarang, Joko Setijowarno
mengatakan, Pemerintah Kota Semarang masih buruk dalam melakukan penataan
reklame. Tempat-tempat yang seharusnya menjadi titik larangan reklame masih
bisa ditempati reklame.
Padahal menurutnya, pemerintah memilikPerda yang mengatur daerah yang boleh adadan tidak boleh ada pemasangan reklame,namun
sampai saat ini Perda belum diterapkandengan baik."Di sini.pemerintah
yangharus proaktif dan tegas dalam memberikanperizinan jika memang di lokasi
larangan harusbenar-benar dilarang," katanya.
Terpisah, anggota Komisi A DPRD Kota Semarang Imam Mardjuki menyatakan, Pemerintah Kota Semarang tidak hanya burukdalam
melakukan penataan reklame, namunjuga penegakan terhadap reklame yangmelanggar
aturan. "Kalau memang semakin menambah kesemrawutan, maka
pemerintah bisa melarang atau
menindak," katanya.
Dia
memandang Dinas Penerangan Jalan dan
Pengelolaan Reklame (PJPR) harussemakin ketat dalam melakukan pengawasan
terhadap keberadaan reklame di Kota Semarang jika tidak ingin Kota Atlas ini
menjadi hutan Reklame.Pasalnya, PJPR mendapatkan anggaran yang cukup berlimpah
untuk melakukan pengawasan dan penindakan."Anggaran PJPR untuk melakukan pengawasan saja per tahun Rp800 juta, jadi alasan keterbatasan personel hanya
dibuat-buat saja," katanya.(wam/12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar